RELASI NAPZA
BAB I
DESKRIPSI NAPZA
1.1 DEFINISI NAPZA
NAPZA merupakan singakatan dari Narkotika, Psikotropika dan Bahan Adiktif lainnya. Menurut UU No. 22 Tahun 1997 tentang Narkotika, disebutkan pengertian narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.
Psikotropika adalah zat atau obat baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktifitas mental dan perilaku. Bahan adiktif lainnya adalah zat atau bahan lain bukan narkotika dan psikotropika yang berpengaruh pada kerja otak dan dapat menimbulkan ketergantungan.
Meskipun demikian, penting kiranya di ketahui bahwa tidak semua jenis narkotika dan psikotropika dilarang penggunaannya. Karena cukup banyak pula narkotika dan psikotropika yang memiliki manfaat besar di bidang kedokteran dan untuk kepentingan pengembangan pengetahuan.
1.2 JENIS – JENIS NAPZA
A. JENIS NARKOTIKA
Golongan I : Narkotika yang digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan. Seperti Heroin, Kokain, dan Ganja.
Golongan II : Digunakan sebagai pengobatan pilihan terakhir. Seperti Morfin dan Petidin.
Golongan III : Narkotika yang berkhasiat dalam pengobatan dan terapi atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan. Seperti Codein.
B. JENIS PSIKOTROPIKA
Golongan I : Digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. Seperti ekstasi.
Golongan II : Psikotropika yang berkhasiat untuk pengobatan. Seperti Amphetamine.
Golongan III : Psikotropika berkhasiat pengobatan dan digunakan dalam terapi dan untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan. Seperti Phenobarbital.
Golongan IV : berkhasiat pengobatan yang sangat luas digunakan dalam terapi atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindroma ketergantungan. Seperti diazepam dan mitrazepam.
C. JENIS ZAT ADIKTIF
(1) Minuman alkohol, jika digunakan bersamaan bersama narkotika atau psikotropika akan memperkuat pengaruh obat atau zat itu dalam tubuh manusia.
(2) Inhalasi (gas yang dihirup) dan solven (zat pelarut)
Mudah menguap dan terdapat pada berbagai barang keperluan rumah tangga, kantor, dan sebagai pelumas mesin. Contohnya : lem, tiner, penghapus cat kuku, dan bensin.
(3) Tembakau
Pemakaian temabakau yang mengandung nikotin sangat luas di masyarakat. Contohnya, pada penyalahguanaan rokok yang sering menjadi pintu masuk penyalahgunaan narkoba.
1.3 SEJARAH NAPZA
Di Sumeria pada tahun 2000 SM, telah dikenal serbuk sari bunga opium atau candu atau yang biasa masyarakat sebut sebagai Hul Gill yang artinya obat yang menggembirakan. Hul Gill ini banyak tumbuh didaerah pegunungan dan dataran tinggi. Pada saat itu serbuk sari ini sudah diketahui memiliki fungsi sebagai obat tidur atau obat penghilang sakit saat dihirup.
Orang pada zaman dahulu menggunakan serbuk sari ini sebagai obat bius bagi seseorang yang mengalami luka serius agar ia tidak merasa sakit saat diobati dan juga digunakan sebagai obat tidur. Selain itu, serbuk sari bunga opium ini juga digunakan sebagai racun untuk berburu karena dapat membuat mangsa tertidur.
Di India dan Persia, Candu diperkenalkan oleh Alexander Agung pada tahun 330 SM. Candu ini digunakan untuk bumbu masakan yang bertujuan untuk relaksasi. Jika kita melihat ke belakang, pada masa orde baru penyalahgunaan narkoba sudah menjadi permasalahan yang serius dan semakin meningkat setiap tahunnya. Hingga pada akhirnya meledak dengan dibarengi krisis mata uang regional pada pertengahan tahun 1997.
Dengan semakin merebaknya kasus penyalahgunaan narkoba di Indonesia, maka Undang-Undang Anti Narkotika mulai direvisi. Sehingga disusunlah Undang-Undang Anti Narkotika nomor 22 Tahun 1997, menyusul dibuatnya Undang-Undang Psikotropika nomor 5 Tahun 1997. Dalam Undang-Undang tersebut mulai diatur pasal-pasal ketentuan pidana terhadap pelaku kejahatan narkotika, dengan pemberian sanksi terberat berupa hukuman mati.
Pemerintah dan DPR RI mengesahkan UU No. 5 Tahun 1997 tentang psikotropika dan UU No. 22 Tahun 1997 tentang narkotika. Berdasarkan kedua UU tersebut, pemerintah yang dipimpin oleh presiden Abdurrahman Wahid, membentuk Badan Koordinasi Narkotika Nasional (BKNN) dengan Keputusan Presiden No. 116 Tahun 1999.
Badan Koordinasi Narkotika Nasional adalah suatu badan koordinasi penanggulangan narkoba yang beranggotakan 25 instansi pemerintahan terkait. BKNN dirasakan sudah tidak mampu lagi memadai ancaman bahaya narkoba yang semakin serius. Oleh karena itu, berdasarkan Keputusan Presiden No. 17 Tahun 2002 tentang Badan Narkotika Nasional (BNN), maka ketetapan MPR RI No. VI/MPR/2002 melalui siding umum MPR RI Tahun 2002 telah merekomendasikan kepada DPR RI dan Presiden RI untuk melakukan perubahan atas UU No. 22 Tahun 1997 tentang narkotika. Oleh karena itu, pemerintah dan DPR RI mengesahkan UU No. 35 Tahun 2009 tentang narkotika.
Menurut pasal 127 UU No. 35 Tahun 2009 tentang narkotika, menyebutkan bahwa yang terbukti sebagai korban penyalahgunaan narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Pada tahun 2014 ditetapkan sebagai tahun penyelamatan pengguna narkoba. Seluruh komponen yang berada di Badan Narkotika Nasional (BNN) bersatu padu untuk mensosialisasikan hal tersebut.
BAB II
ANALISIS SOSIAL
Dari hasil observasi yang dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung. Menyebutkan bahwasannya narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.
kami melakukan observasi ke Badan Narkotika Nasional (BNN) Yogyakarta. Perkembangan Narkotika di D.I Yogyakarta dari tahun 2012-2015 menurun hingga rangking ke-8 (angka coba pakai menurun) dari seluruh Indonesia. Mengingat Yogyakarta merupakan kota pelajar, banyak para pendatang terutama pelajar/mahasiswa yang memilih untuk melakukan studinya di Yogyakarta. Hal ini tentu membawa dampak terhadap meningkatnya jumlah penyalahgunaan NAPZA. Rata-rata pada saat operasi NAPZA, banyak yang tertangkap adalah dari kalangan pelajar/mahasiswa pendatang.
Ada beberapa langkah-langkah yang dilakukan oleh BNN D.I Yogyakarta dalam melakukan operasi tangkap tangan. Pertama, mereka akan menggrebek kos-kosan yang dianggap berpotensi menggunakan NAPZA didalamnya. Kemudian apabila ditemukan barang bukti maka Tim operasi dari BNN akan melakukan Tes Urine untuk pemeriksaan awal. Apabila terbukti positif mengkonsumsi NAPZA, maka akan dilakukan pemeriksaan selanjutnya. Sebaliknya apabila hasil Tes Urine negatif, bukan berarti seseorang tersebut bebas dari NAPZA. Namun masih ada serangkain tes lainnya yang dapat dilakukan, seperti Tes Rambut dan Tes Darah.
Seseorang yang menggunakan NAPZA akan melalui proses rehabilitasi dan proses hukum, tergantung dari data yang didapatkan di lapangan. Apabila seseorang tersebut menyerahkan diri ke BNN dengan niat untuk sembuh, maka seseorang tersebut akan langsung di rehabilitasi dan tidak akan terkena sanksi hukum. Tetapi, apabila seseorang tertangkap pada saat operasi tangkap tangan, maka seseorang itu akan di pidana. Sedangkan untuk pengedar, di dalam UU No. 35 Tahun 2009 akan dikenakan hukuman mati. Selain melakukan operasi tangkap tangan, BNN juga bertanggung jawab untuk pencegahan penyalahgunaan NAPZA dengan menjalankan berbagai program seperti pemberdayaan masyarakat imun, membuat Tim SATGAS (Satuan Tugas) sebagai perpanjangan tangan dari BNN yang ditempatkan di sekolah-sekolah, lingkungan masyarakat, dan universitas.
Setelah itu, kami melakukan observasi dengan seorang narasumber yang merupakan pengguna/konsumen dari narkotika, narasumber mengaku bahwa ia mengkonsumsi narkotika karena beberapa faktor, antara lain:
1. Faktor Individu
Penyalahgunaan NAPZA dapat dimulai dari dorongan dalam diri sendiri. Seperti rasa ingin tahu yang tinggi tentang narkotika. Narasumber mengaku awalnya mengkonsumsi narkotika hanya coba-coba saja namun lama kelamaan ia tertarik untuk mengkonsumsi narkotika secara terus menerus.
2. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan meliputi lingkungan keluarga dan lingkungan pergaulan baik di sekitar rumah, sekolah, atau teman sebayanya. Dalam lingkungan keluarganya narasumber mengaku hubungan dalam keluarganya kurang harmonis. Sedangkan, dalam lingkungan pergaulannya narasumber mengaku sering bekumpul dan bergaul dengan teman-teman yang juga sebagai pengguna/konsumen dan juga sebagai pengedar.
Narasumber mengaku apabila lingkungan sekitar dan keluarganya mengetahui hal ini, maka ia akan dianggap menyimpang dan menyalahi norma yang berlaku dalam lingkungan kehidupannya.
2.1 PARADIGMA SOSIAL
Sosiologi merupakan ilmu yang menelaah tentang masyarakat sebagai makhluk sosial. Didalam elemen sosiologi salah satunya adalah non etis yaitu yang tidak menyalahkan suatu realita sosial apapun.
Paradigma sosial merupakan pandangan mendasar tentang apa yang menjadi subjek matter (pokok persoalan) yang dipelajari suatu disiplin ilmu. Didalam sosiologi terdapat 3 paradigma yaitu :
A. PARADIGMA FAKTA SOSIAL
Pokok permasalahan yang menjadi pusat perhatian adalah fakta-fakta sosial yang pada garis besarnya terdiri atas 2 tipe, masing-masing struktur sosial (social structure) dan pranata sosial (social institution). Paradigma fakta sosial memandang bahwa penyalahgunaan NAPZA merupakan penggunaan senyawa psikotropika yang memiliki resiko kecanduan bagi penggunanya, dan penggunaannya diluar peruntukan dan dosis penggunanya yang tinggi.
Pranata sosial tersebut dibuktikan dengan adanya elemen-elemen dalam penyalahgunaan NAPZA. Elemen tersebut meliputi Pecandu, Pengedar, Bandar, Produsen, Oknum terselubung, Badan Narkotika Provinsi, Kepolisian, Publik Kesehatan, Publik Agama, Aktifis Anti Narkoba, LSM, dan Sekolah formal maupun non formal dan keluarga (kontra terhadap narkoba).
B. PARADIGMA DEFINISI SOSIAL
Tokoh sosiologi Max Weber mengartikan paradigma sosiologi sebagai studi tentang tindakan sosial antar hubungan sosial. Yang dimaksud tindakan sosial ialah tindakan individu sepanjang tindkan itu mempunyai makna atau arti subjektif bagi dirinya maupun orang lain.
Dalam paradigma definisi sosial penyalahgunaan NAPZA merupakan makna atau citra buruk terhadap diri seseorang yang melakukan tindakan tersebut. Karena masyarakat mengganggapnya sebagai tindakan yang merusak diri sendiri, serta menyebabkan citra buruk bagi bangsa.
C. PARADIGMA PERILAKU SOSIAL
Memusatkan perhatiannya kepada hubungan antara individu dengan lingkugannya, dimana lingkungan itu terdiri atas bermacam-macam objek sosial dan bermacam-macam objek non sosial. Menurut paradigma ini, tingkah laku individu dan hubungannya dengan faktor-faktor sosial menghasilkan akibat-akibat atau perubahan dalam faktor lingkungan menimbulkan perubahan terhadap tingkah laku.
Didalam paradigma perilaku sosial berasumsi bahwa penyalahgunaan NAPZA tentunya juga terdapat keuntungan, seperti ketenangan ( bagi pecandu) dan keuntungan materiil atau uang (bagi pengedar).
2.2 GRAND THEORY SOSIOLOGI
A. TEORI FUNGSIONALISME STRUKTURAL
Teori fungsionalisme struktural mengutarakan bahwa masyarakat adalah suatu sistem sosial yang terdiri dari bagian dan struktur-struktur yang saling berkaitan dan saling membutuhkan keseimbangan. Teori ini menilai bahwa semua sistem yang ada di dalam masyarakat pada hakikatnya mempunyai fungsi tersendiri. Suatu struktur akan berfungsi dan berpengaruh terhadap struktur yang lain. Maka dalam hal ini, semua peristiwa pada tingkat tertentu seperti peperangan, bentrok, bahkan sampai kemiskinan pun mempunyai fungsi tersendiri, dan pada dasarnya dibutuhkan dalam masyarakat . Pelopor teori ini adalah Robert K. Merton, beliau berpendapat bahwa obyek analisa sosiologi adalah fakta sosial, seperti proses sosial, organisasi kelompok, pengendali sosial, dan sebagainya. Suatu pranata atau sistem tertentu bisa dikatakan fungsional bagi suatu unit sosial tertentu, dan sebaliknya, suatu institusi juga bisa bersifat disfungsional bagi unit sosial yang lain. Penganut teori fungsional ini memandang bahwa segala pranata sosial yang ada dalam masyarakat itu bersifat fungsional dalam artian positif dan negative. Struktur fungsional yang berkaitan dengan penyalahgunaan NAPZA, antara lain :
1. Pengguna/Konsumen
Merupakan salah satu korban dari penyalahgunaan NAPZA. Pengguna secara fungsional telah memberikan peran kepada yang memproduksi, pengedar, dan badan yang berkaitan dengan masalah narkoba. Apabila tidak ada konsumen, maka akan terjadi disfungsional.
Motivasi para pengguna narkoba (yang diweb tahun 2011)
2. Pengedar
Pengedar biasanya mempunyai jaringan atau link tertentu untuk mengedarkan narkoba. Pengedar biasanya memanfaatkan para pengguna untuk melakukan bisnis gelap. Pengedar memberikan perannya kepada pengguna, Kurir, BNN, pihak kepolisian, ataupun kepada lapisan masyarakat.
3. Kurir Narkoba
Kurir adalah orang suruhan atau orang yang hanya mendistribusikan narkoba tanpa mengedarkan atau mengkonsumsi narkoba. Dengan adanya seorang kurir proses penyaluran narkotika dari seorang pengedar ke konsumen menjadi lebih mudah, jika peran seorang kurir narkotika di disfungsionalkan maka proses penyaluran bisa jadi menjadi lebih sulit.
4. Keluarga
Keluarga memberikan peran penting terhadap pribadi seseorang untuk dapat melakukn suatu hal termasuk menggunakan narotika. Jika Fungsi keluarga berjalan dengan baik maka perilaku seseorang dapat terkontrol dan tidak menyimpang, sebaliknya fungsi keluarga tidak berjalan dengan baik maka akan mendorong seseorang untuk berperilku menyimpang termasuk mengkonsumsi narkoba.
5. Teman
Selain keluarga lingkungan seperti teman memberikan perannya kepada seorang pengguna narkotika. Dari hasil observasi kami narasumber kami mengaku terdorong menggunakan narkotika karena di dorong lingkungan teman-temannya yang juga merupakan seorang pengguna dan pengedar. Oleh karenanya Fungsi teman turut berkontribusi dan masuk fungsional struktural dalam hal ini lingkup pengguna narkotika.
6. Guru atau Pemuka Agama
Pemuka agama tentu berpendapat bahwa penggunaan narkotika merupakan perilku yang menyimpang dan salah , dari segi pandangan agamapun narkotika di anggp sebagai barang haram. Oleh karenanya Fungsi seorang guru dan atau pemuka agama di perlukan dalam hal ini memberikan siraman rohani bagi setiap orang agar berpendirian teguh untuk tidak menggunakan narkotika.
7. BNN (Badan Narkotika Nasional)
Badan narkotika nasional merupakan badan yang bertugas dibidang pencegahan, pemberantasan penyalahgunaaan, dan peredaraan gelap narkotika. Jika peran BNN di disfungsionalkan maka akan terjadi peningkatan penggunaan narkotika dalam masyarakat.
8. Kepolisian
Kepolisian adalah badan yang bertanggung jawab langsung di bawah Presiden. Dalam penanggulangan narkoba polisi berperan dalam mengamankan dan menangkap para pelakunya, baik pengedar maupun pengguna / konsumen.
B. TEORI INTERAKSIONISME SIMBOLIK
Teori Interaksionisme Simbolik menyatakan bahwa masyarakat dibuat menjadi nyata oleh interaksi antar individu yang hidup dan bekerja untuk membuat dunia sosial mereka bermakna. Teori ini menekankan hubungan yang kuat antara simbol dengan interaksi. Dari pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa individu merupakan partisipan aktif dan reflektif terhadap dunia sosialnya.
Individu tergerak untuk bertindak berdasarkan makna yang diberikannya pada orang, benda, dan peristiwa. Makna-makna ini diciptakan dalam bahasa baik yang digunakan dalam berkomunikasi dengan orang lain atau pun diri sendiri. Bahasa memberikan kesempatan bagi individu untuk mengembangkan perasaan mengenai diri dan berinteraksi dengan orang lain dalam kehidupan sosial. Asumsi Dasar dalam teori ini yaitu Pentingnya makna bagi perilaku manusia, Pentingnya konsep mengenai diri, Hubungan antara individu dengan masyarakat.
Dalam teori ini, kita melihat adanya pihak-pihak yang pro dan kontra terhadap narkoba. Pihak-pihak tersebut antara lain:
Pihak Pro
1. Pengedar
Pengedar pro terhadap NAPZA karena disini para pengedar mencari nafkah guna memenuhi kebutuhan ekonominya.
2. Pengguna/Konsumen
Para pengguna/konsumen sangat membutuhkan NAPZA apabila sudah mengalami ketergantungan. NAPZA sangat berperan penting untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya.
3. Kurir Narkoba
Kurir narkoba pro terhadap narkoba karena uang yang didapatkan lebih banyak dari pada ia bekerja mengandalkan UMR.
4. Petani Ganja
Para petani ganja pro terhadap narkoba karena dengan pekerjaannya itu ia dapat memenuhi kebutuhan kesehariannya.
5. Laboratorium
Laboratorium pro terhadap narkotika karena beberapa jenis narkotika itu dibutuhkan untuk medis.
6. Medis
Pihak medis pro terhadap narkotika karena dapat digunakan sebagai bahan ilmu pengetahuan dan untuk pengobatan. Seperti obat bius.
Pihak Kontra
1. Keluarga
Pihak keluarga kontra terhadap narkotika karena hal itu dapat mencemarkan nama baik keluarga, selain itu keluarga juga merasa bahwa mereka salah mendidik anaknya.
2. Pemuka Agama
Pemuka agama menganggap narkotika adalah hal yang dilarang dalam agama. Karena menurut para pemuka agama, narkoba sama halnya dengan khamar.
3. Kepolisian
Kepolisian kontra terhadap narkotika karena meresahkan masyarakat dan narkotika itu sendiri setiap harinya menelan korban secara terus menerus dari usia muda sampai usia tua.
4. Badan Narkotika Nasional (BNN)
Karena tugas dari BNN itu sendiri adalah untuk memberantas kasus narkoba. Secara otomatis hal ini juga menjadi salah satu faktor bahwa BNN merupakan lembaga yang secara tegas menolak adanya peredaran narkoba.
C. TEORI PERTUKARAN SOSIAL
Teori pertukaran sosial adalah teori yang berkaitan dengan tindakan sosial yang saling memberi atau menukar objek-objek yang mengandung nilai antar-individu berdasarkan tatanan sosial tertentu. Adapun objek yang dipertukarkan bukanlah benda nyata, melainkan hal-hal yang tidak nyata, menyangkut perasaan sakit, beban hidup, harapan, pencapaian sesuatu. Teori pertukaran sosial adalah teori yang berkaitan dengan tindakan sosial yang saling memberi atau menukar objek-objek yang mengandung nilai antar-individu berdasarkan tatanan sosial tertentu. Adapun objek yang dipertukarkan bukanlah benda nyata, melainkan hal-hal yang tidak nyata, menyangkut perasaan sakit, beban hidup, harapan, pencapaian sesuatu.
Dalam hal ini, seorang pecandu narkoba akan senantiasa bersikap baik kepada pengedar untuk mengantisipasi jika suatu saat mereka tidak memiliki uang, sehingga para pengedar bersedia memberikan pinjaman uang atau jangka waktu untuk membeli narkoba. Seorang pengedar senantiasa menjaga hubungan baik dengan para pengguna narkotika supaya para pengedar senantiasa memperoleh uang, semakin banyak pengguna maka semakin menambah keuntungan bagi para pengedar.
BNN, pemerintah, dan aktivis senantiasa melakukan pencegahan dan penanganan penyalahgunaan NAPZA, sehingga mereka dapat merasa bangga telah ikut serta menyelamatkan para generasi bangsa dan menyelamatkan bangsa yang mereka banggakan.
2.3 PANDANGAN NAPZA DALAM ISLAM
Sejatinya, masalah narkoba telah di respons para ulama di tanah air sejak 33 tahun lalu. Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah menetapkan fatwa haram terhadap peredaran dan penyalahgunaan narkotika. Pada prinsipnya agama Islam melarang umatnya memasukkan bahan yang merugikan kesehatan jasmani, akal, dan jiwa ke dalam tubuh, terlebih penyalahgunaan narkoba.
Dalam fatwa haram, MUI menuntut agar para penjual, pengedar, dan penyelundupnya dihukum seberat-beratnya hingga hukuman mati. Narkotika diharamkan karena tidak sesuai dengan ajaran agama, para ulama fikih pun berpendapat narkoba sebagai obat bius pun hukumnya haram. Para ulama berpegang teguh kepada Al-Quran surah Al- Baqarah 195, An-Nisa 29, Al-Maidah 90. dan Al-a’raf 157.
Penyalahgunaan narkoba dinilai tidak sesuai dengan kepribadian serta filsafat hidup bangsa Indonesia, yakni pancasila.
BAB III
REKOMENDASI
Berdasarkan hasil observasi dan hasil pemahaman kami sebagai penulis,maka penulis mengajukan rekomendasi yang dipandang bergunadan dapat dipertimbangkan agar dapat menekan tingginya angka penggunaan NAPZA (Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya) khususnya di Indonesia, yaitu :
1. Kepada Pemerintah
Pemerintah sebagai pengatur dan pembuat kebijakan, kami rekomendasikan agar memperkuat pengawasan hukum terlebih masalah penyalahgunaan narkoba di Indonesia.
2. Kepada Pengguna
Pengguna merupakan pihak yamg paling dirugikan oleh narkoba. Lebih baik jika dia sadar diri akan bahaya dari penyalahgunaan narkoba. Dimana itu akan berisiko atau berdampak buruk pada segi kesehatan dan segi ekonominya. Jika sudah menjadi ketergantungan maka segeralah menyerahkan diri ke pusat rehabilitasi (BNN) sebelum tertangkap dan dipidana.
3. Kepada Pengedar
Carilah pekerjan yang lebih halal dan tidak berisiko tinggi.
4. Kepada Pemuka Agama
Lebih sering lagi mengingatkan dan memberi tausiyah tentang bahaya narkoba agar masyarakat sadar akan pentingnya kesehatan dan bahaya penggunaan narkoba.
5. Kepada Seluruh Staf Pengajar Pendidikan
Mensosialisasikan tentang bahaya penggunaan narkoba dikalangan anak didiknya khusunya para remaja.
DAFTAR PUSTAKA
(BUKU KELAS)
http://dedihumas.bnn.go.id/read/section/artikel/201
http://ensiklo.com/2015/09/memahami-teori-pertukaran-sosial/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar